Nelangsa di Ujung Peluru Musuh

Di sudut kota Surabaya. Tak ingatkah Kau dengan keadaan ini. Deru mesin beterbangan diatas tanah kota. Baling-baling bersilih-mudik menebar ancaman ke sudut-sudut gedung. Tak karuan. Darah membuncah. Cercah-cercah luka menganga. Sakit. Terlihat pejuang pribumi berbaret merah. Ada yang terseok, ada yang memanggul senjata. Berlarian dan tak acuh, mati rasa akan ketakutan. Sembunyi! Mengintip-intip. Dan musuh datang. Membawa senapan dengan bayonet menyilau siap mencengkeram. Bias pantulan cahaya dari logam bayonet sesekali datang, menerpa mata pejuang. Kau, menamai semuanya titik kematian. Dan Kau ........

Kapten Bhirawa ; salah satu yang terseok ; kaki kanannya tertembak ; dan dia adalah imamku. Sembunyi!!! Batin hatiku berteriak. Dari balik gedung usang, Aku datang dengan kekhawatiran. Melirik-lirik. Menggugah-gugah. Geram. Gemertak gigiku berpaduan. Hendak kaki kananku menggantikan kaki kanannya. Apalah daya desingan peluru tak henti ligat*. Ayo cepat kesini, wahai Kapten! Obat dariku telah menungguimu.

Dan dari jarak 10 meter, mata tajam Kau menelusuk ke arahku. Itulah yang kuharapkan. Lambaian tangan ini isyarat bahwa aku menunggui Kau. Lambaian tangan tak cukup? Ku buka topi penyelamatan, terlipat-lipat surat cinta dari Kau. Aku keluarkan ia. Ku bentangkan ia, berharap mata tajammu menabraknya. Berharap kakimu sembuh dengan kehadiran benda bermakna ini.

Tentang surat cinta. Kau tulis semburat-semburat huruf dengan pena berujung bulu ayam. Penuh penghayatan, Kau  buat selagi di tengah hutan. Kau cipta selagi sibuk bergerilya dengan pasukan. Khusus Kau buat untukku. Dan ditengah desingan peluru ini, surat cinta dari Kau kubawa untuk penyemangat bagimu. Berefek!! Kau berdiri, seakan ingin berlari ke arahku. Teruslah, Kapten. Aku akan mengobatimu. Kau beringsut. Tinggal lima meter lagi. Dan DORRR!!! Kepalamu dihantam peluru musuh. Kau gugur. Kau hilang. Hatiku remuk. Batinku nelangsa, wahai Kapten.


*hilir mudik


Komentar

  1. Wah, keren ceritanya. Sampai tahan nafas bacanya. Tragisss! Sang imam mati di depan mata kekasihnya. Hiks.

    Saya undang untuk mengikuti GA: http://forgiveaway.blogspot.com/2013/06/give-away-menyemai-cinta.html?m=1

    BalasHapus
    Balasan
    1. cari ide-ide lagi nih. siap mbak.

      Hapus
  2. bacanya.. Deg-degan....takut klo2 sang kapten wafat... (ternyata iya...) dramatis kisahnya..
    Keren...

    BalasHapus
    Balasan
    1. udh ktbak brrti endingnya :D mksh mbak

      Hapus
  3. sama2 pakde.. slm hngt jg dri jogja

    BalasHapus
  4. dramatis banget ya ,, hikzz baca ceritax aku sprti lg nonton nih ^_^ keren deh, sukses ya mas....

    BalasHapus

Posting Komentar

There's Any Comment Guys?

Postingan populer dari blog ini

Air Adalah Hidup Sederhana

Cahaya Kecil

Korelatif 2 (Part 2)