Negeri Khayalan 2
“Ga.
Kau mau kemana? Sudah dapat khayalan untuk disetorkan besok ke pak Guru Karmin?
Kalau aku belum. Sepertinya sampai sore pun rapat paripurna ini belum akan
selesai.”
“Aku
akan menyingkir dari sisimu. Disebelahmu aku terganggu. Bisa-bisa aku dihukum jika
tidak bisa menyetor khayalanku ke pak Guru Karmin. Hanya gara-gara kau banyak
cerita tentang rapat paripurna gila hasil khayalanmu itu La. Kalau kau butuh
aku, aku ada di atas pohon Kelapa.”
“Amboi,
berkhayal di atas pohon Kelapa? Jatuh-jatuh kau menyalahkanku nanti.”
“Tidak
akan jatuh. Kalaupun jatuh ya langsung terjun ke sungai Pengaruh.”
“Terserah
kau saja. Aku masih mau menunggu giliranku berbicara, sebagai wakil manusia
disini. Ini akan menjadi suatu kehormatan besar bagiku. Mie instan ternyata
tidak cukup untuk menjejal perutku yang tengah lapar ini. Bisa saja aku
memakannya mentah-mentah. Tapi aku malu. Nanti-nanti jika aku makan mie mentah,
aku makin membuat malu golonganku di rapat ini.”
“Sudah
gila kau La.”
Arga
beringsut dari seban pinggir sungai.
Kakinya lincah menaiki tatakan batang pohon Kelapa. Pohon Kelapa yang sejati
melengkung ke arah sungai. Tempat anak-anak berloncatan-indah. Arga terlihat
tambah menggila. Berkhayal yang menggila, ditambah berbicara entah dengan
siapa.
“Huh.
Dalam rapat penting ini, kenapa banyak setan yang tertidur? Kompak, satu
barisan tidur semua. Lihatlah, mulut-mulut mereka menganga. Mereka yang paling
rapi, pakai dasi, berjas rapi, berpeci, tapi paling tak ada adab. Malaikat itu
tak mereka dengar sama sekali. (t)uhan hanya senyam-senyum menyengar-menyengir.
Aku agak sanksi, jangan-jangan (t)uhan itu termasuk golongan setan ngantuk. Bahkan
suara dengkuran setan sesekali terdengar. Mau jadi macam apa sistem kehidupan
ini jika pengusul-pengusulnya seperti setan ngantuk itu? Wihh. Kenapa setan itu
beda sendiri? Khidmat dia mendengarkan orasi malaikat itu. Ga!!! Kau mau dengar
kelanjutan khayalanku tidak?”
“Ini
ambil. Buah Kelapa kecil khusus untuk kau makan dirapat (t)uhanmu itu.”
Pletak.
Buah kelapa kecil hampir mengenai kepala Sula. Maksud Arga adalah ‘tidak’.
“Tiga
malaikat dan enam setan lagi Ga. Setelah itu aku yang angkat bicara!!!!”
“Rekamkan
saja pembicaraanmu dengan kaset atau apalah.”
Pletak.
Buah Kelapa kecil kembali hampir mengenai kepala Sula. Maksud Arga adalah ‘terserah
kau, La’.
Sementara
itu, lapangan Desa Cuma diramaikan oleh beberapa anak kecil, berlarian mengejar
bola, tendang, kejar, berteriak, out, gol. Pemuda Desa kebanyakan telah
berpulang ke rumah masing-masing. Tiang gawang yang bengkok hasil bentrok
pemain dengan wasit dijadikan tatakan oleh anak-anak untuk naik ke mistar
gawang. Ditepi lapangan, wasit berbiru-lebam dikerubungi sanak keluarga. Mereka
was-was dengan keadaan pengadil pertandingan. Mereka ingin melanjutkan tindak
kekerasaan ini ke meja hijau di Kelurahan. Ke meja pengadilan. Hukum harus
ditegakkan, kata mereka.
“Wahh.
Anda lupa pak Wasit yang terhormat? Bukankah telah dari awal Anda menggoreskan
tanda tangan setuju di kertas kerja tahan banting itu? Kalau Anda setuju
berarti Anda menerima konsekuensi dari kontrak kerja Anda sebagai wasit.
Sekalipun itu dikeroyok para pemain.”
“Ah.
Bisa saja Anda membual pak Pengacara Kelurahan. Disini ada dua pihak yang
bertanggungjawab. Satu pihak adalah Pak Penanggungjawab, pihak yang lain adalah
Pak Keamanan. Pak Penanggungjawab, ya harus bertanggungjawab atas
ketidakberesan kelakuan para pemain beringas itu. Macam mereka tak pernah
dilatih tentang konsep offside onside saja. Bahkan, Pak Pelatihnya pun
seharusnya bertanggungjawab atas pengetahuan pemain-pemain tentang offside.
Nah, Pak Keamanan juga seharusnya mengarahkan anak buahnya. Siapa itu anak
buahnya? Kesatuan Pengamanan Sepakbola itu kan? Lah, kemana mereka pada saat
itu? Mungkin mereka juga takut melihat pull-pull tajam dari sepatu pemain.
Kedua pihak itu harus bertanggungjawab atas tragedi ini. Khususnya atas keadaan
tubuhku yang hampir hilang nyawa ini.”
“Lah.
Tidak bisa begitu pak Wasit. Apalah arti tanda tangan Anda di surat ini. Anda
harus mematuhinya.”
“Lah
lah. Kenapa Anda menyalahkan saya. Apalah arti Penanggungjawab dan Keamanan
hah?”
Kedua
pihak masih bersitegang membela diri masing-masing. Terus membelot untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. Rasa-rasanya, birokrasi Kelurahan tidak cukup
untuk menuntaskan kasus itu. Secepatnya Dewan Perwakilan Rakyat Kelurahan harus
mengadakan rapat untuk membuat undang-undang resmi tentang pertandingan
sepakbola.
Dan
seperti biasa, si provokator menyeringai puas dari balik pintu.
“Nah.
Ga. Cepat kau kesini. Ini giliranku berbicara. Tenang-tenang. Baru pertama ini
aku bicara di depan petinggi-petinggi pembentuk sistem kehidupan. Haaaa. Huuuu.
Haaaa. Huuuu. Ya. Ini giliranku.
Pak (t)uhan yang sangat saya tinggikan. Pak Setan-Setan,
pak Malaikat-Malaikat yang saya hormati. Izinkan saya memperdengarkan usulan
saya sesuai dengan tema kita hari ini. Temanya adalah pembaharuan sistem
kehidupan dunia. Nah Bapak-Bapak. Saya membawa pesan dari teman-teman manusia.
Pesannya berisi, pembaharuan itu adalah kembali ke sistem dulu. Yaitu uang
dimusnahkan dan pemberlakuan sistem barter. Masih ingatkan tentang sistem
tukar-menukar benda? Kami mengusulkan bahwa waktu sekarang adalah titik klimaks
dari perkembangan teknologi. Dalam artian, tidak ada teknologi yang bisa
dimajukan, tidak ada lagi yang bisa dimodernkan. Kita berhenti dititik ini.
Lihatlah, dengan teknologi sekarang. Hampir seluruh pekerjaan bisa kita
lakukan. Hanya satu yang masih belum bisa. Dan mungkin tak akan bisa, yaitu
meniupkan nyawa. Usulan pertama dalam rangkaian usulan ini tentunya dapat terwujud
dengan seizin tuan (t)uhan yang ditinggikan dan peserta rapat paripurna yang
terhormat. Itu syarat pertama. Nah, syarat kedua adalah propaganda ‘hidup yang
apa adanya dan berkecukupan’. Tuan (t)uhan dan peserta rapat mengerti maksud
saya? Saya perjelas, tuan (t)uhan dan peserta rapat kan mempunyai kekuasaan,
mempunyai pengaruh di antara manusia-manusia macam kami. Melalui kekuasaan dan
kemampuan mempengaruhi itulah, (t)uhan dan peserta rapat melancarkan propaganda
untuk hidup berkecukupan dan hidup apa adanya. Tujuannya tentu, supaya manusia
tidak serakah untuk saling mengambilalih benda-benda barter. Syarat ini tentu
ada hubungan dengan syarat pertama tadi, yaitu barter.
Hubungannya yaitu, dengan sistem barter dan
teknologi yang memadai. Antar masyarakat dapat saling bertukar kebutuhan dengan
sangat mudah. Gambarannya begini. Jika saya membutuhkan nasi, saya tinggal
mengambilnya ditoko tanpa membayar. Jika pemilik toko membutuhkan beras-beras
yang ingin dijual, dia tinggal meminta dari penyuplai beras tanpa membayar.
Jika penyuplai beras membutuhkan bensin sebagai bahan bakar mobil, dia tinggal
meminta dari petugas SPBU tanpa membayar. Jika petugas SPBU membutuhkan seragam
untuk anaknya sekolah, dia tinggal mengambilnya dari toko baju tanpa membayar.
Jika pemilik toko baju menginginkan televisi sebagai hiburan, dia tinggal
mengambilnya ditoko elektronik tanpa membayar. Jika toko elektronik ingin
membangun tokonya lebih besar, dia tinggal menyuruh kuli bangunan dan mengambil
alat kontruksi dari toko kontruksi tanpa membayar. Jika kuli bangunan ingin
makan, dia tinggal mengambilnya di warung makan tanpa membayar. Jika warung
makan kehabisan gas elpiji untuk memasak, dia tinggal mengambilnya di kios
penjualan gas elpiji tanpa membayar. Jika pengusaha gas elpiji kehabisan stok
gas, dia tinggal mengambilnya dari pertambangan tanpa membayar. Jika pihak
pertambangan butuh alat-alat tambang baru, dia tinggal mengambilnya dari
perusahaan alat pertambangan tanpa membayar. Kalau mau dilanjutkan terus, satu
tahun tak akan habis untuk memutar siklus hidup baru ini. Disinilah pentingnya
propaganda ‘hidup apa adanya dan hidup berkecukupan’. Dengan ‘hidup apa adanya
dan hidup berkecukupan’, orang-orang tidak akan mengambil kebutuhannya secara
serakah dan berlebihan. Jika (t)uhan dan peserta rapat berhasil
mempropagandakan sistem itu, maka sistem kehidupan baru ini akan terwujud
dengan baik. Itulah tuan (t)uhan yang ditinggikan dan peserta rapat yang
terhormat usulan pembaharuan sistem kehidupan manusia”.
Sementara itu di pengadilan kelurahan.
bersambung..............
Komentar
Posting Komentar
There's Any Comment Guys?