Engkau, Ksatriawati
Apa
yang membuat pengistimewaan hari ulang tahun? Hari disaat manusia, entah aku,
kamu, kita atau siapapun keluar dari rahim ibu. Hari saat waktu menjemput untuk
datang ke penghidupan setelah bergumul dengan plasenta atau hal biologis
lainnya. Hari ketika perjuangan ibu berbuah ujung yang manis, bahkan terus
manis sampai terasa udara yang dihirup adalah beraroma. Hari dimana ibu memulai
perjuangan baru, setelah menuntun sembilan bulan lebih atau kurang, tanpa
lelah-lelah. Hari dimana aku, kamu, kita, atau siapapun mesti meresapi
perjuangan itu, resapi dengan kesyukuran, resapi dengan kebermanfaatan, resapi
dengan cinta.
---------------------------------------------------------------------------
Saat
ini, hendak hati melarik kata-kata untuk Seseorang membacanya.
Aku
akan memulai, tentang pengulangtahunan Engkau.
Aku
tak bisa berpandai dalam hadiah-hadiah. Aku tak cukup romantis untuk memilih
bungkusan-bungkusan kado. Aku tak paham benar tentang memilih paket pemberian
untuk seseorang. Aku tak mampu berhandal dalam menentukan buah tangan dan
oleh-oleh. Pikiranku tak mengerti tentang apa yang disukai seseorang, tentang
yang berharga, yang dimaknai dalam. Olehku, aku hanya bisa menguntai sedikit
kata-kata pemberian. Mungkin itu akan lebih dalam untuk memaknai maksudku yang
tersirat dihati. Lebih luas dari barang-barang, makna tulisan-tulisan ini.
Selaksa
tulisan ini aku hadiahi untuk seseorang ksatriawati
hidupku -bingung untuk memadankan kata ksatria pada perempuan-. Tentu itu bukan
dimaksudkan untuk golongan kasta manusia. Tapi, adalah sebuah penghargaan
kepadanya. Walau sejati, penghargaan apapun tak akan bisa disandingkan dengan
pengorbanannya kepada hidupku.
Jajaran
kata ini kutujukan untuknya, penglahir tubuhku, perantara kemunculanku, penyusu
dan penyuap mulutku, pemandiku, penggendongku, pelatih senyum dan tertawaku,
pendorong keretaku, pemapahku, peraih kejatuhanku. Ahh. Itu semua terjadi
selagi aku membayi dulu. Antara ingat dan remang-remang. Tak hendak pikiran ini
melupanya semua. Bahkan, yang tak ingat lebih banyak dari jajaran kata ini.
Kumpulan
makna ini kuberikan untuknya, pembentuk pribadiku, pengarah sikapku, pelatih
disiplinku, penyemai semangatku, penginspirasiku, pendoaku, perestuku,
peizinku, bahkan, jadi pesaingku. Itu berkelanjutan, sama dengan umur tubuh ini
yang mendewasa sendiri, ikut aliran waktu tanpa henti-henti.
Mengingat
kala masih rutin menghabisi waktu dirumah, teratur telinga ini mendengar gurauan
kerasmu –jika tidak ingin disebut sebuah omelan dan marahan-. Dulu masih tak
terpikir, bahwasanya semua itu adalah makna, bahwasanya segala itu adalah
ajaran. Dulu cuma tahu bahwa itu adalah suatu rasa kebencian, suatu amarah.
Padahal sesungguhnya itu adalah ekspresi pengajaran. Pikirkan saja bagi kalian
yang dirantau, atau tak serumah. Sekarang semua itu adalah kebaikan. Malah,
merindu hati ini dengan keadaan itu.
Waktu
adalah penggubah keadaan. Engkau agaknya melembut sekarang, sudah tahu bahwa aku
bukan si kecil lagi. Waktu ini, Engkau ajarkan semua dengan jarak. Engkau
percaya bahwa aku bisa mendewasa alami dengan keadaan lingkungan. Engkau selalu
berdoa akan kebaikanku.
Izinkan
aku ulangi serangkai kataku di paragraf atas, ‘waktu adalah penggubah keadaan’.
Benar adanya. Seiring itu bergilir tak bisa henti, keadaan rumah menjadi sepi.
Pertama, ananda tertua yang tak serumah. Pastinya Engkaulah yang tersepi. Tiga
tahun berselang, ananda tertua semakin jauh, dan aku yang menggantikannya. Pasti
Engkaulah yang paling sunyi. Waktu berubah lagi, ananda tertua jauh, aku juga
semakin jauh, dan ananda ketiga juga menggantikan tempatku. Dan lagi-lagi,
Engkaulah yang paling merasa sendiri. Dan pertengahan tahun ini, Engkau
insyaAllah akan berdua saja dengan Ayah dirumah. Ananda keempat kalian
sekolahkan jauh dari rumah. Amboiiiii. Dan pastinya Engkaulah yang paling
sedih. Nelangsa bukan? Sangat! Tatkala aku bertanya apakah tidak apa-apa dengan
keadaan ini, Engkau menjawab, ‘mungkin semuanya ada hikmah’. Aku terhenyak
dengan sedikit kalimat sederhana penuh makna darimu. Itu adalah sedikit kata,
tapi aku yakin, berkecamuk rasa didadamu bahwa itu adalah sebuah kesedihan.
Melihat seisi kamar tidak berpenghuni, hanya teronggok bebantalan dan
selimut-selimut. Yakin, itu adalah keadaan terperihkan selama Engkau hidup
bersama kita sekeluarga. Dan Iyaaa, pasti semuanya ada hikmah. Engkau sendiri
yang berdoa secara tidak langsung. Insya Allah sang Maha Pencipta mengabulkan
doamu. Amin.
Tak
adilah menyamai Engkau dengan matahari. Engkau, disiang malampun masih
terpancar kesayanganmu. Tidak seperti matahari, yang hanya setengah hari
memuncul. Itupun akan hilang jika ada mendung menggantung. Bukan mendahului
sang Maha Pencipta, tapi Engkau bak pemilik waktu. Engkau punyai waktu dengan
kebaikan walau saat Engkau merasa buruk. Engkau hidangkan kesehatan saat
tubuhmu tak enak. Engkau suguhkan pengisi perut walau perutmu sendiri
keroncongan. Engkau, adalah pemberi hati. Masih banyak keberbalikan keadaan
yang Engkau tunjukkan. Bukan kamuflase, tapi adalah kesungguhan, tapi adalah
rasa, tapi adalah cinta.
Pernah
berpikir mengapa Ummu Ismail berlarian berulang-ulang melintasi Shafa dan
Marwah? Ummu Ismail tak tahan melihat Ismail berguling-guling kehausan. Dan itu
melambangkan nalar seorang ibu. Bahkan sampai tujuh kali, Ummu Ismail
mengulangnya.
Limabelas
Juni duaributigabelas, kurang satu tahun lagi, Engkau mengabad hidup, dan
delapan belas tahun lebih menghidupiku. Tentu penghidupan itu datang dari sang
Maha Pencipta. Engkau adalah perantara hebat-Nya. Penghubung besarnya makna
hidup dari-Nya. Pemulia jalanku, jika aku memuliakan diri Engkau. Tak terkata,
pun tak terbilang pengorbanan Engkau selama ini, yang niscaya akan mengarungi
waktu selamanya. Kebalikan, aku hanya menengadah kepadamu. Dan meski aku tak
memintai secara langsung kepadamu apa-apa, tapi Engkau selalu memberi lebih.
Tidak
mengurangi kesyukuranku ke sang Maha Pemberi, untuk menyelami apa-apa yang
Engkau berikan, bahkan setumbuh gunungpun rasa-rasanya kurang. Menitik tinta
untuk menuliskan banyak-banyak jasamu, bahkan satu tahun rasa-rasanya tak cukup.
Kutelungkupkan
tangan dengan segenap syukur, karena
ternyata ada manusia yang hebat, yang juga menghebati diriku dengan
kesehajaannya, yang menghujaniku dengan doa-doa, yang merestuiku dengan rasa
keikhlasan, yang meridhoiku dengan cinta tak terbilang.
Dihari
yang bahkan Engkaupun tak ingat, ku haturkan keterimakasihan yang tinggi
padamu. Meski hanya tulisan-kata, ku harap Engkau mengerti larik-larik ini.
Terima
kasih, Ibu.
Selamat
Ulang Tahun yang ke-49. 15 Juni 2013. J
--------------------------------------------------------------------------
Oh
Ya. Aku juga hendak menuliskan kalimat untuk sahabat-sahabatku yang terlahir
pada 7, 9, dan 15 Juni, 19 tahun silam, ‘met ultah yaww :D :D’. Juga
keistimewaan untuk sahabatku yang lain, Janita –kalian pasti tahu alasannya-.
Berarti akan ada empat menu makan besar nih.
Satu dari Ngulak, satu dari Sungai Lilin, dan satu dari Kayuare. Juga pasti
kalian tahu Janita akan membawa menu khas daerah mana. :D –kedua kalimat
terakhir adalah candaan-
[repost from FB]
Komentar
Posting Komentar
There's Any Comment Guys?