Senandung cerita teman tentang cintanya dan cinta-Nya
Ku biarkan kakiku melangkah mencari keheningan sore
ini, khusus untuk memaknai cinta yang bertaburan di muka bumi, cinta dari yang
Maha Mencinta, Engkau...
Aku kadang tertawa, juga membenarkan. Mencintai
melalui fisik, bentuk tubuh nyata. Jikalau itu aku lakukan, bagaimana aku bisa
mencintai-Mu yang tak pernah sekalipun aku melihat wajah nyata-Mu. Dibalik awan
itu, atau minimal di mimpi. Benar. Tapi, saat kuselami lagi seraya melihat
sekeliling :waduk yang besar, air jernih, gunung Merapi menjulang berasap, dan
manusia bernafas seakan tak henti menunjukkan bantahan atas hipotesis itu. Ada
yang berbisik kepadaku, memperjelas bantahan : itulah ‘wujud fisik’ tuhan-Mu,
semua itu ciptaan tuhan-Mu. Kau hadir di dunia ini karena cinta tuhan-Mu. Maka
pulanglah dan tersenyumlah di depan cermin, lantas kau akan melihat ‘senyum
cinta’ pencipta-Mu”.
Aku menggigit bibir seperti menahan penyesalan,
namun akhirnya menyenangkan. Semua tanda-tanda ini meneguhkan bahwa Engkau adalah
Zat yang Maha Tak Terkata Tingkat Sempurna-nya. Sangat tinggi, tak terjangkau
sesiapa. Patut dicinta. Sebenarnya rasa cinta tidak dibuat dengan sengaja,
tidak diinginkan untuk muncul, tidak dikehendaki untuk lahir, tidak berwujud
‘aku harus mencintai-Mu’. Namun, cinta ke diri-Mu lebih ke : cinta itu telah
ada tapiaku belum menemukannya saja, cinta itu telah ada tapi belum ada cahaya
yang cukup bagiku untuk menyadarinya, cinta itu telah ada tapi belum ada
hidayah bagiku untuk mempercayainya.Sangat hebat orang yang dapat mencintai-Mu
dengan sesejati-sejatinya cinta. Diriku belum menggapai tingkatan itu.
Cinta itu kata kerja, katanya. Cinta itu bukan hanya
deskripsi, tapi juga pembuktian. Cinta itu rasa yang dituangkan ke dalam
pekerjaan, bukan hanya pengakuan. Namun, ada yang dalam lika-liku cintanya
membutuhkan pengakuan. Ada juga yang lain : retorika romantis tidak perlu,
komat-kamit mulut mendendangkan kidung manis hanya dianggap angin lalu, yang
dia butuh adalah pembuktian atas semuanya. Nah, Allah termasuk yang mana?
Pengakuan atau pembuktian? Aku pikir, Allah tidak perlu keduanya. Ku
mencintainya Allah, Allah tetap begitu. Ku tidak mencintainya, tetap sama. Aku
hanya manusia maha kecil di muka bumi. Kehilangan cintaku tak berpengaruh
apa-apa bagi Allah. Masih banyak yang mencintainya, dari permulaan dunia
diciptakan, hingga entah kapan dunia berakhir, Allah masih tetap dicintai. Aku?
Ya, sinkronisme adalah nyata. Allah punya malaikat,
pihak yang menghubungkan semuanya. Ketika aku diganjar dengan kebaikan, Allah
punya alasan mengapa aku mendapatkannya. Juga, ketika kesulitan melanda,
catatan keburukan yang aku lakukan adalah bukti otentik. Allah menunjukkan
jelas apa-apa yang telah diperbuat. Mengelak tidak bisa. Dan jika seseorang
mencintai-Nya, balasan terbaik adalah cinta-Nya. Aku yakin, karena sinkronisme
itu nyata.
Cinta bukan hubungan transaksional. Cinta lebih, hmmm,
bahkan justru tepat ke sebuah pernyataan : keikhlasan. Semua orang menamainya
keikhlasan. Tak ada yang diharapkan setelah keikhlasan diutarakan. Dan meski
tak diharapkan, niscaya kebaikan akan menimpa, menembak balik pemilik
keikhlasan itu. Cinta sangat dekat dengan ikhlas..... Iya....
Perihal manusia, tahukah bahwa ada surga di dunia
fana ini? Surga di dunia itu berwujud : aku mencintai orang yang mencintaiku.
Tempat kupulang, keluarga, adalah satu dari sekian itu, tak terbantah, jelas.
Dan ada satu pihak yang sungguh sangat mencintaiku, berbeda zaman sangat jauh,
yang justru belum merasakan rasa cinta dariku, dan aku masih mencari cinta
untuk dikirimkan ke beliau. Sama dengan Allah, beliau tetap mulia tanpa
keberadaanku di dunia. Cinta itu murni akan kembali kepadaku, akan kembali
memuliakanku, akan mengantarkan tubuhku berkumpul dengan beliau bersama
saudara-saudara tercinta lainnya. Oh indahnya.
Dan ketika mencintai orang yang mencintai sahabat
sendiri, mungkin itu adalah neraka-nya dunia. Neraka kecil-kecil-an sih.
Cover Dalam Dekapan Ukhuwah sedikit bercerita
tentang cinta. Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu
menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk
hati yang saling mencinta. Mari membangunnya dari sini dalam dekapan ukhuwah.
Untuk insan yang membuka hati melihat dunia, Cinta bertebaran dimana-mana. Jika
disatukan dalam satu rasa kebersamaan, maka cinta telah hadir diantaranya.
Sangat indah. Manusia diciptakan untuk menjadi objek dicintai manusia lain,
berhak dicintai dan mencintai dengan haq. Walau dunia hanya sementara, namun
jika cinta menyesakinya, ke-sementara-an itu akan menjadi indah, dan berlanjut
ke surga-Nya yang nyata.
Serta, untuk orang yang diciptakan bersamaku nanti,
cintamu ada disini, dihati ini. Kita tengah bersandar pada
satu dinding. Semoga dinding itu roboh karena kebaikan, punggung kita saling
bersentuhan, wajah menoleh mengirim senyuman, dan akhirnya berjalan
bergandengan..... ke pelaminan.
[itu cerita teman, sebuah fiksi yang nyata]
sumber gambar : http://ummatanwasatan.net/2011/03/agama-cinta-dan-kerukunan-beragama/
Komentar
Posting Komentar
There's Any Comment Guys?